Dengan sebuah smartphone yang dilengkapi dengan aplikasi pembaca layar, seorang difabel netra atau tunanetra dapat berkomunikasi secara mandiri seperti orang-orang pada umumnya. Namun tak semua difabel netra mampu membeli ponsel pintar dengan kisaran harga 1 hingga 2 jutaan ini.

Mungkin bagi orang-orang pada umumnya, membeli sebuah smartphone atau ponsel pintar berbasis android tidaklah sulit. Dengan kisaran harga di atas tidaklah terlalu mahal, bahkan ada yang mampu membeli smartphone jauh lebih mahal jika dibandingkan dengan saudara-saudara kita para difabel netra.

“Ada yang memilih menjadi pengamen untuk mendapatkan uang. Ada juga beberapa yang memilih menjadi pengemis dan meminta belas kasihan masyarakat di pasar atau tempat-tempat umum lainnya.”

Kebanyakan para difabel netra atau orang-orang yang memiliki hambatan pengelihatan ini tak seberuntung itu. Sebagian besar mereka dari latar belakang keluarga yang tak mampu secara ekonomi, bahkan tak jarang juga mereka yang hidup di panti-panti yang jauh dari keluarga mereka yang tinggal di desa atau daerah pelosok.

Dengan terbatasnya jenis profesi yang digeluti oleh difabel netra semakin menambah beban keuangan mereka untuk sekedar membeli sebuah ponsel android. Kebanyakan mereka berprofesi sebagai tukang pijat di panti atau membuka praktek di rumah dengan penghasilan di bawah rata-rata yang kadang juga tak cukup untuk membiayai kebutuhan sehari-hari.

Walaupun dalam kondisi dan keadaan yang sulit, mereka tak pernah menyerah dengan keadaan hidup mereka. Segala cara mereka tempuh untuk dapat memperoleh taraf kehidupan yang jauh lebih baik dari sebelumnya. Sejak adanya teknologi suara yang dibuat khusus dan dapat diterapkan pada ponsel android, para difabel netra berbondong-bondong mencari informasi dan berusaha untuk dapat membeli ponsel android dan belajar bagaimana cara menggunakan ponsel tersebut dengan aplikasi pembaca layar.

Adi Gunawan Institut berkesempatan membuka kelas pelatihan beasiswa bagi difabel netra yang kurang mampu untuk dapat belajar menggunakan ponsel android dengan aplikasi pembaca layar. Program pelatihan yang diadakan bekerjasama dengan para patner Adi Gunawan Institut ini diselenggarakan pada bulan Februari hingga April 2018 di kota Malang. Para peserta belajar difasilitasi dan dikumpulkan di kantor sekretariat Adi Gunawan Institut, setelah itu mereka akan dilatih bagamana cara mengoprasikan ponsel android yang dilengkapi pembaca layar tersebut.

Beberapa peserta belajar menuturkan bahwa mereka sangat senang dan merasa sangat tertolong dengan kelas beasiswa yang diadakan di Adi Gunawan Institut. Sugeng Wahyudi, difabel netra asal kota Blitar yang merantau ke kota Malang ini mengatakan bahwa ia sekarang sudah bisa menelpon dan mengirim SMS sendiri tanpa minta bantuan orang lain. Agung Widiantoko, pria dengan cerebral palsy dan lowvision asal Jogjakarta ini mengaku dapat menggunakan aplikasi Google Map untuk mengetahui arah jalan saat berjualan kerupuk keliling. Rofinus, pria tunanetra asal Flores, Nusa Tenggara Timur ini dapat menggunakan transportasi online seperti Grab dan Gojek sendiri untuk bepergian. Sebelumnya ia hanya mengandalkan pertolongan temannya untuk mengantar jemput saat ia pergi ke luar rumah.

Adi Gunawan Institut akan terus membuka kelas beasiswa untuk pelatihan ponsel android bagi difabel netra yang membutuhkan atau difabel netra yang kurang mampu, agar mereka juga dapat memperoleh pelajaran tersebut secara Cuma-Cuma. Masih banyak difabel netra yang belum memiliki ponsel android sendiri dikarenakan keterbatasan dana. Namun Adi Gunawan Institut dan para patner akan terus berusaha memfasilitasi mereka untuk dapat belajar, Sehingga mereka akan memperoleh banyak manfaat dari kelas beasiswa tersebut.

jadilah salah satu dari donatur kegiatan kami

Copyright © 2018, Adi Gunawan Institute | Powered by PT Valid Data Solusi